Myspace Marquee Text - http://www.marqueetextlive.com

Kamis, 13 Maret 2014

Puisi Lingkungan Hidup

Kicauan Burung, Kini Hilang
                                                                                                                         Semilir angin pagi
Menyejukan hati
Menyambut penat, penghilang lelah
Pancaran sang surya menghangatkan
Alam desaku yang elok nan permai

Indah alam yang kurasa
Gunung hijau tajam membelah langit
Berselimutkan awan biru
Beralaskan zamrud
Oh . . . Bumiku

Kicaun . . .  Kicauan . . .
Burung-burung kecil
Terbang kesana-kemari
Merasakan semilir angin di pagi hari
Mereka terbang setinggi awan di negeri ini

Sayangnya . . .
Tapi itu dulu!
Apa yang terjadi saat ini pada alamku?
Masih adakah pohon-pohon yang selalu tersenyum
Bunga-bunga cantik yang selalu ceria
Kicauan burung yang selalu membangunkanku

Kini semua itu hilang
Lenyap tak tersisa
Yang ada hanya tangisan
Tangisan alam dan hutan
Kini mereka hanya bisa memendam


Alam dan hutanku . . .
Kini seperti apa?
Kota-kota besar bertanah gersang
Menelan bayang-bayang pohon
Menenggelamkan air-air hingga menghilang

Ia tak tahu harus mengalir kemana
Tak bisa meresap, tak bisa ke sungai
Pohon-pohon di hutan berubah fondasi
Aliran sungai kini hilang
Kicauan burung pun hilang, entah kemana

Kini yang ada . . .
Hanya deru mesin mobil yang tiada habisnya
Kota-kota beton tumbuh begitu cepat
Cepat melenyapkan kehidupan
Kehidupan yang saat dulu mereka sekarang







                                                  Karya: SENY INDRIANI

Selasa, 26 Maret 2013

Sejarah di Sumatera Utara*

Asal Usul Danau Toba


         Di Sumatera Utara terdapat danau yang sangat besar dan ditengah-tengah danau tersebut terdapat sebuah pulau. Danau itu bernama Danau Toba sedangkan pulau ditengahnya dinamakan Pulau Samosir. Konon danau tersebut berasal dari kutukan dewa.
Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang petani. Ia seorang petani yang rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi ia tetap memilih hidup sendirian. Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai. “Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar,” gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.

        Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan. “Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku.” Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu. Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita. “Bermimpikah aku?,” gumam petani.

       “Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata,” kata gadis itu. “Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi istrimu,” kata gadis itu seolah mendesak. Petani itupun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.

       Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama petani tersebut. “Dia mungkin bidadari yang turun dari langit,” gumam mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. “Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk halus! ” kata seseorang kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.

        Setahun kemudian, kebahagiaan Petani dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri.

        Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka. “Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!” kata Petani kepada istrinya. “Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda memang seorang suami dan ayah yang baik,” puji Puteri kepada suaminya.

       Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. “Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak ikan !,” umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan itu.

      Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir.


~



Sejarah Indonesiaku♥

Sejarah Asal Mula Candi Borobudur

          Sejarah Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi ini merupakan candi Buddha terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja dan termasuk dalam salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Ada beberapa versi mengenai asal usul nama candi ini. Versi pertama mengatakan bahwa nama Borobudur berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “bara” yang berarti “kompleks candi atau biara” dan “beduhur” yang berarti “tinggi/di atas”.

           Versi kedua mengatakan bahwa nama Sejarah Candi Borobudur kemungkinan berasal dari kata “sambharabudhara” yang berarti “gunung yang lerengnya berteras-teras”. Versi ketiga yang ditafsirkan oleh Prof. Dr. Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari kata “bhoro” yang berarti “biara” atau “asrama” dan “budur” yang berarti “di atas”.

           Pendapat Poerbotjoroko ini dikuatkan oleh Prof. Dr. W.F. Stutterheim yang berpendapat bahwa Bodorbudur berarti “biara di atas sebuah bukit”. Sedangkan, versi lainnya lagi yang dikemukakan oleh Prof. J.G. de Casparis berdasarkan prasati Karang Tengah, menyebutkan bahwa Borobudur berasal dari kata “bhumisambharabudhara” yang berarti “tempat pemujaan bagi arwah nenek moyang”.


          Masih berdasarkan prasasti Karang Tengah dan ditambah dengan prasasti Kahuluan, J.G. de Casparis dalam disertasinya tahun 1950 mengatakan bahwa Sejarah Candi Borobudur diperkirakan didirikan oleh Raja Samaratungga dari wangsa Sayilendra sekitar tahun Sangkala rasa sagara kstidhara atau tahun Caka 746 (824 Masehi) dan baru dapat diselesaikan oleh puterinya yang bernama Dyah Ayu Pramodhawardhani pada sekitar tahun 847 Masehi. Pembuatan candi ini menurut prasasti Klurak (784 M) dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya dan seorang pangeran dari Kashmir yang bernama Visvawarma.

Versi Lainnya

           Asal Usul Sejarah Borobudur – Candi borobudur merupakan salah satu obyek wisata yang terkenal di Indonesia yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur didirikan sekitar tahun 800-an Masehi oleh para penganut agama Buddha Wahayana. Dalam sejarah candi borobudur, terdapat berbagai teori yang menjelaskan asal usul nama candi borobudur. Salah satunya menyatakan bahwa nama borobudur kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara yang artinya “gunung” (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras.

           Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan “para Buddha” yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata “bara” dan “beduhur”. Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah “tinggi”, atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti “di atas”. Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.

          Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M.

           Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çr? Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kam?l?n yang disebut Bh?misambh?ra. Istilah Kam?l?n sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bh?mi Sambh?ra Bhudh?ra dalam bahasa sansekerta yang berarti “Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa”, adalah nama asli Borobudur.

                                           

         Letak candi ini diatas perbukitan yang terletak di Desa Borobudur, Mungkid, Magelang atau 42 km sebelah laut kota Yogyakarta. Dikelilingi Bukit Manoreh yang membujur dari arah timur ke barat. Sementara di sebelah timur terdapat Gunung Merapi dan Merbau, serta disebelah barat ada Gunumg Sindoro dan Gunung Sumbing.

        Dibutuhkan tak kurang dari 2 juta balok batu andesit atau setara dengan 50.000m persegi untuk membangun Candi Borobudur ini. Berat keseluruhan candi mencapai 3,5 juta ton. Seperti umumnya bangunan candi, Bororbudur memiliki 3 bagian bangunan, yaitu kaki, badan dan atas. Bangunan kaki disebut Kamadhatu, yang menceritakan tentang kesadaran yang dipenuhi dengan hawa nafsu dan sifat-sifat kebinatangan. Kemudian Ruphadatu, yang bermakna sebuah tingkatan kesadaran manusia yang masih terikat hawa nafsu, materi dan bentuk. Sedangkan Aruphadatu yang tak lagi terikat hawa nafsu, materi dan bentuk digambarkan dalam bentuk stupa induk yang kosong. Hal ini hanya dapat dicapai dengan keinginan dan kekosongan.



Penulis: Seny Indrianiƪ(ˆ▽ˆ)ʃ


Sejarah di Jawa Barat~


Asal Usul Gunung Tangkuban Perahu



      Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut cerita rakyat parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik. Berikut ini ceritanya.
       Beribu-ribu tahun yang lalu, tanah Parahyangan dipimpin oleh seorang raja dan seorang ratu yang hanya mempunyai seorang putri. Putri itu bernama Dayang Sumbi. Dia sangat cantik dan cerdas, sayangnya dia sangat manja. Pada suatu hari saat sedang menenun di beranda istana, Dayang Sumbi merasa lemas dan pusing. Dia menjatuhkan pintalan benangnya ke lantai berkali-kali. Saat pintalannya jatuh untuk kesekian kalinya Dayang Sumbi menjadi marah lalu bersumpah, dia akan menikahi siapapun yang mau mengambilkan pintalannya itu. Tepat setelah kata-kata sumpah itu diucapkan, datang seekor anjing sakti yang bernama Tumang dan menyerahkan pintalan itu ke tangan Dayang Sumbi. Maka mau tak mau, sesuai dengan sumpahnya, Dayang Sumbi harus menikahi Anjing tersebut.
       Dayang Sumbi dan Tumang hidup berbahagia hingga mereka dikaruniai seorang anak yang berupa anak manusia tapi memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Anak ini diberi nama Sangkuriang. Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring se lalu ditemani bermain oleh seekor anjing yang bernama Tumang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang setia, bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa.
       Pada suatu hari Dayang Sumbi menyuruh anaknya pergi bersama anjingnya untuk berburu rusa untuk keperluan suatu pesta. Setelah beberapa lama mencari tanpa hasil, Sangkuriang merasa putus asa, tapi dia tidak ingin mengecewakan ibunya. Maka dengan sangat terpaksa dia mengambil sebatang panah dan mengarahkannya pada Tumang. Setibanya di rumah dia menyerahkan daging Tumang pada ibunya. dayanng Sumbi yang mengira daging itu adalah daging rusa, merasa gembira atas keberhasilan anaknya.
Segera setelah pesta usai Dayang Sumbi teringat pada Tumang dan bertanya pada pada anaknya dimana Tumang berada. Pada mulanya Sangkuriang merasa takut, tapa akhirnya dia mengatakan apa yang telah terjadi pada ibunya. Dayang Sumbi menjadi sangat murka, dalam kemarahannya dia memukul Sangkuriang hingga pingsan tepat di keningnya. Atas perbuatannya itu Dayang Sumbi diusir keluar dari kerajaan oleh ayahnya. Untungnya Sangkuriang sadar kembali tapi pukulan ibunya meninggalkan bekas luka yang sangat lebar di keningnya.Setelah dewasa, Sangkuriang pun pergi mengembara untuk mengetahui keadaan dunia luar.
        Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik. Segera saja dia jatuh cinta pada wanita tersebut. Wanita itu adalah ibunya sendiri, tapi mereka tidak saling mengenali satu sama lainnya. Sangkuriang melamarnya, Dayang Sumbi pun menerima dengan senang hati. Sehari sebelum hari pernikahan, saat sedang mengelus rambut tunangannya, Dayang Sumbi melihat bekas luka yang lebar di dahi Sangkuriang, akhirnya dia menyadari bahwa dia hampir menikahi putranya sendiri. Mengetahui hal tersebut Dayang Sumbi berusaha menggagalkan pernikahannya. Setelah berpikir keras dia akhirnya memutuskan untuk mengajukan syarat perkawinan yang tak mungkin dikabulkan oleh Sangkuriang. Syaratnya adalah: Sangkuriang harus membuat sebuah bendungan yang bisa menutupi seluruh bukit lalu membuat sebuah perahu untuk menyusuri bendungan tersebut. Semua itu harus sudah selesai sebelum fajar menyingsing.
        Sangkuriang mulai bekerja. Cintanya yang begitu besar pada Sangkuriang memberinya suatu kekuatan aneh. Tak lupa dia juga menggunakan kekuatan yang dia dapat dari ayahnya untuk memanggil jin-jin dan membantunya. Dengan lumpur dan tanah mereka membendung air dari sungai dan mata air. Beberapa saat sebelum fajar, Sangkuriang menebang sebatang pohon besar untuk membuat sebuah perahu. Ketika Dayang Sumbi melihat bahwa Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaannya, dia berdoa pada dewa-dewa untuk merintangi pekerjaan anaknya dan mempercepat datangnya pagi.
         Ayam jantan berkokok, matahari terbit lebih cepat dari biasanya dan Sangkuriang menyadari bahwa dia telah ditipu. Dengan sangat marah dia mengutuk Dayang Sumbi dan menendang perahu buatannya yang hampir jadi ke tengah hutan. Perahu itu berada disana dalam keadaan terbalik, dan membentuk Gunung Tangkuban Perahu(perahu yang menelungkub). Tidak jauh dari tempat itu terdapat tunggul pohon sisa dari tebangan Sangkuriang, sekarang kita mengenalnya sebagai Bukit Tunggul. Bendungan yang dibuat Sangkuriang menyebabkan seluruh bukit dipenuhi air dan membentuk sebuah danau dimana Sangkuriang dan Dayang Sumbi menenggelamkan diri dan tidak terdengar lagi kabarnya hingga kini.

^_^"

Rabu, 20 Maret 2013

Sekarang Waktunya Belajar Sejarah Kawan!!!

SEJARAH MENARA EIFFEL



               Menara Eiffel (bahasa Perancis: Tour Eiffel) merupakan sebuah menara besi yang di bangun diChamp de Mars di tepi Sungai Seine di Paris. Menara ini telah menjadi ikon global Perancis dan salah satu struktur terkenal di dunia.

            Struktur ini dibangun antara 1887 dan 1889 sebagai pintu masuk Exposition Universelle, Pameran Dunia yang merayakan seabad Revolusi Perancis. Eiffel sebenarnya berencana membangun menara di Baecelona, untuk Pameran Universal 1888, tapi para pihak yang bertanggung jawab di balai Kota Barcelona menganggapnya aneh dan mahal, dan tidak cocok dengan kota itu. Setelah penolakan Rencana Barcelona, Eiffel mengirim drafnya kepada pihak yang bertanggung jawab untuk Pameran Universal di Paris, dimana ia membangun menaranya setahun kemudian, yaitu pada tahun 1889. Menara ini diresmikan pada tanggal 31 Maret 1889, dan dibuka tanggal 6 Mei. Tiga ratus pekerja menggabungkan bersama 18.083 bagian besi benam (bentuk murni dari besi struktural), menggunakan dua setengah juta paku, dalam bentuk struktural oleh Maurice Koechelin. Resiko kecelakaan sangat besar, untuk pencakar langit modern yang tak biasa menara ini terbuka tanpa tingkat tengah kecuali dua platform. Tetapi karena Eiffel mengambil sikap hati-hati, termasuk penggunaan takal bergerak, rel bantu dan layar, dan dalam hal ini hanya satu yang meninggal.


Kisah Tragis di Balik Romantisme Menara Eiffel

Menara Eiffel, Paris (Foto: saraung.blogspot)
Menara Eiffel, Paris (Foto: saraung.blogspot)
PARIS - Menara Eiffel tidak hanya menyimpan kisah romantis dalam hari-harinya menghiasi Kota Paris. Ikon Ibu Kota Prancis ini ternyata juga menyimpan kisah tragis.

Satuan Keamanan Paris beberapa hari lalu menjaga ketat Menara Eiffel setelah seorang turis naik ke puncak menara kemudian melompat hingga tewas. Korban berusia 25 tahun dan diduga bunuh diri.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata korban adalah turis asal Israel, yang terlihat di area Menara Eiffel sejak Minggu malam. Polisi mengevakuasi dan menutup Menara Eiffel setelah melihatnya naik ke menara setinggi 1.603 kaki tersebut pada pukul 23.30 waktu setempat.

Pria tersebut mengabaikan peringatan polisi dan terus memanjat hingga ke puncak menara. Dia tetap berada di sana hingga Senin pagi, dimana polisi dan jajaran pemadam kebakaran turut membujuknya turun. Akhirnya, pria tersebut loncat dari puncak Menara Eiffel, jatuh di lantai kedua menara tersebut, lalu tewas seketika.

Manajemen Menara Eiffel mengakui ini bukan kali pertama Menara Eiffel dijadikan lokasi bunuh diri. Mereka mengatakan sudah memerketat pengamanan dan menambah jaring pengaman untuk mencegah hal ini terjadi. Demikian seperti dilansir 
Dailymail, Rabu (27/6/2012).

Menurut catatan, saat ini sudah ada 341 kasus bunuh diri di Menara Eiffel. Kasus kematian pertama terjadi pada 1911, saat seorang penjahit, Frantz Reichelt, tewas ketika mencoba jubah yang dia yakini bisa membuatnya terbang.


Menara ini mendapat berbagai kritik dari masyarakat ketika di bangun, menyebutnya mengganggu mata. Surat kabar harian dipenuhi dengan surat kritik dari komunitas seni di Paris.

Eiffel memiliki izin berdiri menara selama 20 tahun, yang berarti harus dibongkar tahun 1909, ketika kepemilikannya diserahkan kepada Kota Paris. Kota telah berencana meruntuhkannya (bagian dari peraturan kontes asli untuk merancang menara yang mudah di runtuhkan) tapi setelah menara ini terbukti mendatangkan untung dari segi komunikasi, menara ini dibiarkan berdiri setelah izin tersebut kadaluwarsa. Sebagai contoh, Militer menggunakannya untuk mengatur taksi Paris di garis depan selama Pertempuran Marne Pertama, dan menjadi monomen kemenangan pertempuran.


Fakta Menarik Tentang Menara Eiffel


Menara Eiffel adalah destinasi perlancongan yang terkenal di Paris

Bangunan yang tertinggi di Perancis dan menjadi simbol kepada negara itu, "Menara Eiffel" atau lebih diberi jolokan "Menara besi" kerana hampir keseluruhannya bahan binaannya adalah daripada besi. Dibina oleh jurutera hebat yang bernama "Gustave Eiffel", Menara Eiffel mendapat namanya dari pembuatnya bagi mengenang jasa beliau. Keunikan monumen ini telah memukau mata dunia dan telah mengamit ramai pelawat hingga dikatakan Menara yang sering dikunjungi di dunia iaitu sebanyak 6,428,441 pelawat dan lebih 200 juta sejak ia siap dibina.

Dibuka dengan rasminya pada 31 Mac 1889, Menara Eiffel yang memiliki ketinggian 300 meter (1,063 kaki) dan diatasnya terdapat 'Antena Televisyen' setinggi 24 m ini mengambil masa 2 tahun untuk disiapkan. Selain digunakan untuk perlancongan Menara Eiffel juga dijadikan Menara Pemerhati. Memiliki 3 lif iaitu di aras bawah, tengah dan atas.
Keadaan Menara Eiffel ketika dalam pembinaan

FAKTA MENARIK "MENARA EIFFEL"

  • Lif memang diperlukan untuk bangunan setinggi ini untuk mengangkut pelawat ke atas dan ke bawah. Tahukah anda semua lif Menara Eiffel ini jika dihitung jumlah kegunaan tahunannya adalah bersamaan dengan 2 setengah kali mengelilingi dunia atau lebih daripada 103,000 km.
  • Menara ini bergoyang sedikit apabila hari berangin.Tetapi pada tahun 1999, kejadian ribut telah menyebabkan ia bergerak 13 sm dari kedudukan asalnya. Malah matahari juga boleh menyebabkan menara ini condong sehingga 18 sm.
  • Menara besi ini juga diperlukan belaian. Ia dicat semula setiap 7 tahun, tetapi bukanlah sebarang cat yang digunakan. Selepas menjalani sesi perbincangan yang serius, warna tembaga dengan variasi 3 tona telah dipilih kerana kombinasi 3 warna yang berbeza ini dianggap berpadanan dengan warna lagit Paris.
  • Sewaktu pembukaan rasmi Menara Eiffel, juruteranya "Gustave Eiffel" mendaki semua 1,710 anak tangga ke puncak menara untuk memacakkan sendiri bendera Perancis.


By created: Seny Indriani

Selasa, 12 Februari 2013

Naskah Drama Basa Sunda


"Aya Cinta Di Pondok Pasantren"

Di hiji pedesaan aya pasantren, anu namina pasantren Basmala. Lamun lebeut ka ieu pasantren teh, bakalan meunang mangpaat anu teu biasana. Santri-santrina anu gareulis jeung karasep, tur pinter kanu maca Al-Qur’an. Tapi, aya hiji santri istri anu sok janten idamanna kaum adam di eta pasantren teh. Namina Siti Aisha. Manehna teh sok ngangge cadar, ceunah mah kanggo nutup aoratna.
            Dicaritakeun, anjeunna teh nuju di jalan tos uwih ti pasantren sabari gurung gusuh, terus teh patubruk sareng pamegeut, duka saha tah! Kieu caritana teh:

Siti Aisha        : “Aduh……….” (buku anu dicepeungna maruragan)
Fahri                : “Hapunten neng teu kahaja.” (sabari mantuan meresan buku anu maruragan)
Siti Aisha        : ”Muhun. Teu nanaon.”
Fahri                : “Nami neng teh saha?”
Siti Aisha        : “Nami abdi Siti Aisha.” (sabari lumpat da rusuh tea)
Fahri                : “Saha namina!!!.........teu kadangu!.” (balik ngagorowok)

            Saatos kajadian eta teh, Muhammad Fahri masih keneh mikiran, saha istri anu ngangge cadar teh. Tapi Siti Aisha na mah teu inget-inget acan kana kajadian eta.
            Saengges datang nepi ka imahna. Abah jeung Ummi na ngambeukan Siti.

Siti Aisha        : “Assalamualaikum. Abah… Ummi….”
Abah&Ummi  : “Waalaikumsallam.”
Abah               : “Timana heula atuh, wayah kieu karek balik?”
Ummi              : “Abah jeung Ummi teh hawatir.” (sabari diuk dina korsi)
Siti Aisha        : “Abah, Ummi. Siti teh tadi di pasantren aya pangajaran tambihan, janten uwihna     
                           rada sonten.” (ngajelaskeun ku sora laun)
Abah               : “Bener eta teh, awasnya lamun Siti budak Abah anu bageur ngabohong.”
Siti Aisha        : “Lereus Abah, Siti teu ngabohong.”
Ummi              : “Nya tos ayeuna mah, jig Siti geura istirahat.”
Siti Aisha        : “Nuhun Ummi Abah… Siti ka kamar heula.” (sabari abus ka kamar)

Isukanana, panon poe caang, sora hayam dimana-mana, karasa pisan di kampungna teh. Biasana Siti wayah kieu teh langsung angkat ka pasanteren. Siti ayeuna mah angkat bareng jeung babaturanana, anu namina Nurul, Anna, jeung Khairunisa. Maranehna sobat Siti ti leuleutik. Sajajalan opatan eta teh ngalobrol.

Nurul               : “Duh, teu karaosnya arurang teh tos bade lulus ti pasantren, kumaha bade terus
                           dilanjutkeun ka sakola anu luhur atanapi bade kawin?”
Siti Aisha        : ”Hus, entong mikiran kawin atuh Nurul.”
Anna               : “Enya ih, sakola heula sing bener.”
Kahirunisa       : “Cik lamun Nurul bade kawin atawa sakola anu luhur?” (balik nanya ka Nurul)
Nurul               : “Saur Ummi jeung Abah mah, nurul teh kedah enggal-enggal kawin.”
Siti-Anna-Khairunisa : “Hi..hi..hi” (nyeungseurikeun Nurul)

            Waktu opatan eta nuju ngalobrol, ojol-ojol aya dua urang kota anu ngadupak Siti Aisha, namina teh Indah jeung Suci. Buku-buku anu Siti Aisha teh tuluy murag kanu cai ngeyeumbeung.

Siti Aisha        : “Astagfirullahaladzim.” (sabari labuh jeung nyokot buku-bukuna anu murag)
Indah               : “Heh, maneh urang kampung!! Lamun leumpang teh make panon atuh.” (jeung
                           mah salah nyentak)
Suci                 : “Heueuh, teu baleg pisannya leumpang teh!!!”
Nurul               : “Heh, urang kota! Nya lamun leumpang mah dimana-mana oge make suku, lain
                           make panon, hih dasar teu boga otak!” (ngalawan omongan si urang kota)
Siti                   : “Atos atuh atos.”
Khairunisa       : “Hayu ah urang ka pasantren weh, teu penting nguruskeun anu kararieu patut
                            mah.”
Anna               : “Nya ih hayu, tos beurang yeuh, ngke di carekan.”
Siti                   : “Hapuntennya, Assalamualaikum.”

            Leos weh, Siti jeung babaturanana teh indit ka pasantren. Tapi, tetep weh urang kota mah masih keneh ngomongkeun wae.

Indah               : “Ih, meni geleuh da tadi urang kampungnya, meni so’ muslimah make tiung.”
Suci                 : “Heueuh ih geleuh urang oge, tapi baelah antepkeun, hayu ah urang leumpang
                            deui.” (sabari indit, duka kamana)

            Geus kitu teh aya santri pamegeut ngalewat, nyaeta Fahri jeung si Ahmad,  jeung dua urang kota tea nyaeta Indah jeung Suci.

Indah               : “Eleuh, eta saha??? Meni kasep ciga malaikat.” (melong hokcay)
Suci                 : “Heueuh, malaikat pencabut nyawa.”
Indah               : “Ari maneh ningali anu mana, eta anu make kantong biru, anu kasep tea.”
Suci                 : “Mana da eweuh anu kasep, ah maneh mah katarak.” (sabari ngalonyeng)

            Fahri jeung si Ahmad teh ngalewat, ka dua urang kota eta. Tapina Indah tetep weh ningalikeun wae sabari hokcay.
            Di pasantren, pas jam istirahat Siti teh keur sorangan, keur diuk maca buku anu dipikaresepna dina bangku. Torojol weh datang lalaki anu keur poe harita ngadupak Siti Aisha. Kabeneran manehna oge sakola pasantren di pasantren Basmala.

Fahri                : “Assalamualaikum.”
Siti Aisha        : “Waalaikumsallam.”
Fahri                : “Santri di pasantren Basmala?”
Siti Aisha        : “Muhun.” (ngajawab sabari unggeuk)
Fahri                : “Abdi oge santri di pasantren Basmala, kalereusan pisannya. Oh, nya keur itu abi
                           teu sangaja nubruk neng, hapuntennya.”
Siti Aisha        : “Oh, nya muhun. Teu nanaon. Abdi ka kelas ti payun, aya pangajaran deui.
                            Assalamualaikum.”
Fahri                : ‘Waalaikumsallam.”

            Saatos ngobrol, tapina Fahri teu terang saha nami istri anu ngangge cadar teh. Ahirna Fahri naros ka sobatna nyaeta si Ahmad, anu serba apal. Kabeneran si Ahmad keur aya di buruan pasantren keur maca buku.

Fahri                : “Assalamualaikum.” (sabari nepak tonggongna si Ahmad)
Ahmad                        : “Waalaikumsallam, duh meni ngareuwaskeun wae.”
Fahri                : “Hehehe, hampura atuh sobat.”
Ahmad                        : “Aya naon Kang?”
Fahri                : “Hoyong naros, ari nu sok ngangge cadar teh saha namina?”
Ahmad                        : “Oh, eta mah si Siti atuh Kang!”
Fahri                : “Oh, Siti namina. Meni asa rada judesnya.”
Ahmad                        : “Ah, henteu. Da emang kitu jalmina, saur Ummi jeung Abahna teh entong
                            cakeut teuing  sareng pamegeut.”
Fahri                : “Oh, kitunya. Nuhunnya. Assalamualaikum.” (ujug-ujug lumpat ngaleos)
Ahmad                        : “Nya sami-sami. Waalaikumsallam.”

            Saminggu ayeuna Siti teh sok kapikiran, santri pamegeut anu basa eta nubruk manehna. Siti teh aya rasa hate ka manehna. Tapi Siti mah ngan bisa saukur nyimpen rasa hatena hungkul. Soalna lamun Abah jeung Ummi na terangeun, Siti teh bisa-bisa dicarekan. Siti oge sok kabita lamun ningali batur aya anu meunangeun bobogohan ku Abah jeung Ummi na teh. Tapi ketang, Siti mah ngan hoyong diajar heula anu leuwih luhur, supaya Abah jeung Ummi na bungah ka Siti.
            Tiap unggal Siti papendak jeung Fahri, Siti sok era. Siti tungkul bae, tapi lamun nyebat salam ka Siti, ku Siti sok dijawab. Dina hiji poe, pasantren teh teu keur rame, Siti keur diuk di tempat biasa sabari keur maca buku. Disamperkeun ku santri pemegeut anu keur itu nubruk Siti.

Fahri                : ”Assalamualaikum.”
Siti Aisha        : “Waalaikumsallam.”
Fahri                : “Wios, abdi calik didieu?”
Siti Aisha        : “Mangga.”
Fahri                : “Nuhun (langsung weh Fahri teh diuk) Anjeun teh, santri istri di pasantren ieu
                            anu ramah pisan anu janten idaman, anjeun geulis jeung sholeh. Pas waktu awal
                            papendak anjeun  teh, abdi langsung resep ka anjeun.” (didinya teh Fahri keur
                            ngungkapkeun rasa hatena ka Siti Aisha)
Siti Aisha        : “Abdi mah ngan saorang santri pasantren didieu, nuhun kana pujianana. Anjeun
                           resep ka abdi? Resep ka abdi teu nanaon, tapi abdi mah sieun lamun caritaan ieu
                           nepi keun kadangu ku ceupil Abah sareng Ummi. Abdi teh dilarang entong
                           cakeut teuing sareng pamegeut, bisi kunanaon.”
Fahri                : “Muhun, abdi teh resep Ka Neng Siti. Abdi mah bade ngantosan Neng Siti, nepi
                           ka Neng Siti hoyong dipersunting ku abdi.”
Siti Aisha        : “Sakitu resepna anjeun ka abdi, nepi ka bade mempersunting. Abdi mah masih
                            keneh hoyong diajar nepi luhur. Alim geura kawin.” (sabari cengkat tina tempat
                            diukna)

            Dina caritaan eta teh, ojol-ojol datang Abah jeung Ummi na. Didinya Siti Aisha langsung reuwaseun.

Abah               : “Siti!! Abah atos ngadangu sadayana. Lamun Siti resep ka jang Fahri, sok ku
                            Abah direstuan. Tapi ngke lamun Siti atos lulus ti pasantren, karek Siti tiasa
                            narima Fahri.”
Ummi              ; “Lereus saur Abah, Siti kedah lulus heula ti pasantren. Lamun atos lulus sok Siti
                            tiasa di persunting ku jang Fahri.”
Siti Aisha        : “Abah Ummi, nuhun kana restuna. Sabab, Siti oge resep ka Kang Fahri.”
Fahri                : “Lereus eta teh Neng?”
Siti Aisha        : “Muhun Kang.”
Abah               : “Sok jaga Siti nya, jaga ku jang Fahri.”
Ummi              : “Jang Fahri, Ummi ngke nitip Siti nya.”
Fahri                ; “Abah sareng Ummi, entong hawatir. Abdi nyaah pisan ka Neng Siti.”

            Saengges sababaraha taun, Siti jeung babaturana ahirna lulus ti pasantren. Nurul tea anu sobat tileuleutik geus meunang jodona, tapi anu dua urang nyaeta Anna jeung Khairunissa mah keur sakola di luar negri. Siti teh geus ditutungguan ku Fahri nepi ka ayeuna, Fahri ayeuna keur ngalamar Siti. Waktuna Fahri ngucapkeun ucap Kabul. Babaturan Siti anu diluar negri daratang, rek ningali Siti kawin.

Abah               : “Abdi kawinkeun anak abdi anu namina Siti Aisha binti Kiai H.Fajar Siddiq bin
                            Hj.Maemunah, jeung ujang Muhammad Fahri binti Kiai H.Jafar jeung mas
                            kawin sarta parangkat alat sholat, jeung duit sajumlah sapuluh juta. Dibayar
                            lunas.”
Fahri                : “Abdi tarima kawinna Siti Aisha binti Kiai H.Fajar Siddiq bin Hj.Memunah,
                           jeung mas kawin sarta parangkat alat sholat, jeung duit sajumlah sapuluh juta.
                          Dibayar lunas.”
Abah               : “Sah, sadayana, sah………………….!!!”
Jalma rea         : ”Sah………….” 

            Ahirna, cintana Fahri ka Siti Aisha direstuan ku Abah sareng Ummi. Fahri sareng Siti hirup bahagia,hirup babarengan salilana. TAMAT!!

Nu Nulis : Seny Indriani